PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang
dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di
negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain,
usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan
menghadapi kendala dalam pembentukan modal
baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan
jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis
multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap
sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi
yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia,
merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan
beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh
pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi
perekonomian yang stabil.
Di Indonesia,
untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber
dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun,
karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri,
maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang
utama.
Perlunya
tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang
semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi
domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari
masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan
dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal
dari 3 sumber utama[1], yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua,
tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary
saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman
resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian
Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan
multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI).
Hollis Chenery
dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada
pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’
merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target
tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri
sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai
laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan[2]. Sumitro (1994:44) menjelaskan
bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi
harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh
kalangan luar negeri.
Pada negara
berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya
kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan
penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya
sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien
institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang
masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami
kesulitan.
Dengan latar
belakang ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal
dengan “PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk
mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang
baru, pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan
perluasan kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah
bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang
ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah.
Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun
sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk
memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama
terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia
terbuka secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967
ketika pemerintah orde baru memberlakukan undang-undang Penanaman Modal Asing
yang diikuti dengan undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968.
Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus
modal investasi, kebijakan devaluasi rupiah tahun 1983 mempengaruhi tingkat
pertumbuhan investasi secara total maupun sektoral. Tahun 1991 ketika terjadi
gebrakan Sumarlin II (tight money policy) yaitu kebijakan yang dimaksudkan
untuk mengontrol tingkat inflasi, menjaga defisit neraca transaksi berjalan
agar tidak melebihi batas yang masih bisa diterima, mengawasi uang luar negeri,
serta menjaga performance Indonesia dimata investor. Gebrakan ini secara tidak
langsung menurunkan investasi.
Sukses tidaknya
suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai
faktor ekonomi dan non ekonomi. Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya
mendorong investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday)
dan kemudahan untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung
oleh[3] :
- Negara tujuan investasi memiliki
keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi
seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terampil dan murah.
- Nilai tukar yang relatif stabil,
terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar negeri
- Peraturan devisa di negara bersangkutan
tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan kekayaan dan keuntungannya ke
luar negeri.
- Iklim politik dan keamanan negara cukup
menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha serta kekayaan investor.
- Iklim usaha yang menunjang dan mendorong
penanaman modal.
- Infrastruktur yang menunjang dan
memadai.
Investasi
memegang peranan penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai
salah satu komponen yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan
latar belakang diatas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka
penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta di Indonesia
Periode 1984-2003”.
1.2
Identifikasi Masalah
Penelitian ini
akan membatasi permasalahan sesuai dengan paparan diatas, yaitu:
1.
Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang
mempengaruhi tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka
panjang di Indonesia periode 1984-2003?
2.
Bagaimanakah pengaruh dari faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka
panjang di Indonesia periode 1984-2003?
3.
Bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi tahun
1997 terhadap tingkat tabungan dan investasi swasta di Indonesia periode
1984-2003?
1.3 Tujuan
Penelitian
Penelitian ini
bertujuan :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi
tabungan swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di
Indonesia periode 1984-2003.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi
investasi swasta pada kerangka waktu jangka pendek dan jangka panjang di
Indonesia periode 1984-2003.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh dari krisis ekonomi terhadap tabungan dan
investasi swasta di Indonesia periode 1984-2003.
1.4 Kegunaan
Penelitian
Selanjutnya hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah
tersebut di atas. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan literatur dan referensi untuk pengembangan selanjutnya
dalam cabang ilmu ekonomi makro.
1.5 Kerangka
Pemikiran
1.5.1 Tabungan
1.5.1.1
Definisi Tabungan
Tabungan
nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam
perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan
konsumsi[4]. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh
tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk
membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan
pinjaman dari luar negeri (X-M). secara matematis dapat dirumuskan :
I = S + (T-G)
+ (X-M) …………………………..…….……….(1.1)
Namun untuk
mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan dari pihak lain,
tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan investasi domestik.
Secara garis besar, tabungan nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu
pemerintah, perusahaan dan rumah tangga.
Tabungan
pemerintah merupakan selisih antara realisasi penerimaan dengan pengeluaran
pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan pendapatan (laba) yang
tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya dapat diketahui dari neraca
perusahaan. Sedangkan tabungan rumah tangga merupakan bagian dari pendapatan
yang diterima rumah tangga yang tidak dibelanjakanuntuk keperluan konsumsi.
Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut [5]:
Jika tabungan
swasta adalah S = (Y-T) – C dan
Tabungan
pemerintah adalah (T-G), maka
Tabungan
nasional = S + (T-G)
= (Y-T) – C +(T-G)
= Y – C - G
………………………….….……..(1.2)
dimana S
adalah tabungan swasta
Y adalah pendapatan aggregat
T adalah pendapatan pajak netto
C adalah konsumsi
G adalah pengeluaran pemerintah
Jika T-G
bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, dan sektor ini
akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi.
Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami budget deficit, dan pemerintah harus meminjam
dana dari pihak lain.
1.5.1.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan
Menurut ekonom
klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak dilakukannya konsumsi, imbalan
dari kesediaan untuk menunggu dan tidak dilakukannya konsumsi dan pembayaran
atas penggunaan dana. Oleh karena itu, jika tingkat bunga naik, jumlah tabungan
juga akan meningkat. Tingkat bunga ditentukan dari titik keseimbangan antara
tabungan dan investasi.
Alfred
Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat faktor ekonomi dan non
ekonomi yang mempengaruhi tabungan[6]. Diantara faktor-faktor ekonomi tersebut,
dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin ada keadaan dimana tetap
ada tabungan walaupun tungkat bunga negatif.
Selain tingkat
bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
tabungan nasional. Pendapat tersebut dikemukakan oleh J.M. Keynes dalam
teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume) yang
secara eksplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan. Keynes
menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku psikologis
modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan
tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatlkan konsumsi, tetapi dari
sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung, hal ini dapat
dijelaskan dalam persamaan berikut :
S ≡ Y – C
………………………………………………..……….……..(1.3)
C = Ĉ +
cY ; Ĉ > 0 ;0 < c <1 o:p="o:p">
Dimana : S = saving
Y = income
Ĉ = intercept; tingkat
konsumsi ketika pendapatan nol
c = marginal propensity
to consume
Jika kedua
persamaan (1.3) dan (1.4) atau disebut juga budget constraint tersebut
digabungkan, maka akan menjelaskan fungsi persamaan tabungan. Fungsi persamaan
tabungan sendiri menjelaskan hubungan tingkat tabungan dan tingkat pendapatan.
Dengan mensubstitusi persamaan konsumsi (1.3) dengan persamaan budget
constraint (1.4), maka kita akan mendapatkan fungsi persamaan tabungan :
S ≡ Y – C = Y
- Ĉ – cY = - Ĉ + (1-c)Y ………………..……….(1.5)
Dari persamaan
(1.5) kita dapat melihat bahwa tabungan memiliki hubungan positif dengan
pendapatan karena marginal propensity to save[7], s =1 – c, adalah positif.
Dengan kata lain, tabungan meningkat ketika pendapatan meningkat.
The life-cycle permanent income theory of
consumption and saving (Modigliani,1986)[8] menjelaskan tentang pilihan
bagaimana memelihara standar hidup yang stabil dalam menghadapi perubahan
pendapatan dalam waktu hidup seseorang. Jadi, teori ini menjelaskan hubungan
antara pendapatan sepanjang waktu, konsumsi, dan tabungan. The life cycle
hypothesis melibatkan individu, untuk merencanakan perilaku konsumsi dan perilaku tabungannya
dalam jangka panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsinya dengan cara terbaik untuk seluruh masa
hidupnya.
Gambar 1.1
Lifetime Income, Consumption, Saving, and Wealth in the Life-Cycle Model
Keterangan
: WR = wealth
YL = annual labor
income
C = consumption
WL = working life
NL = number of years of
life
Dari gambar
diatas dapat dilihat bahwa konsumsi konstan sepanjang waktu. Selama masa kerja
(WL tahun), individu menabung dan mengumpulkan aset. Pada akhir masa kerjanya,
individu mulai menarik kembali aset-aset tersebut, tidak menabung (dissaving /
negative saving) pada masa sisa hidupnya (NL – WL) sehingga aset tersebut akan
bernilai nol pada akhir hidupnya.
Menurut teori
‘Ricardian Equivalence’, peningkatan pada defisit anggaran pemerintah akan
menstimulasi tabungan swasta karena mereka berekspektasi akan terjadi
peningkatan pada kewajiban pajak mereka di masa yang akan dating. Sebagai
hasilnya, mereka akan mengurangi tingkat konsumsinya dan meningkatkan tabungan.
Tetapi teori ‘Ricardian Equivalence’
tidak dapat digunakan di negara berkembang (Hadjimicheal et al 1995), karena
diperlukan adanya eksistensi pasar modal yang efisien, yang jarang ditemui pada
karakteristik negara-negara berkembang.
1.5.2
Investasi
1.5.2.1
Definisi Investasi
Investasi adalah pembelian
alat-alat modal, persediaan dagang / inventori, dan struktur usaha, termasuk
pembelian rumah baru untuk rumah tangga.
Investasi dihubungkan dengan sektor bisnis yang ditambahkan kepada
persediaan modal fisik. Investasi swasta (private investment) adalah output
dari perusahaan yang disimpan untuk
perusahaan itu sendiri[9]. Investasi swasta terdiri dari :
1.
Inventory Investment, termasuk didalamnya
semua perubahan dalam persediaan bahan baku (raw materials), perlengkapan, dan
produk akhir yang dihasilkan oleh perusahaan.
2.
Fixed Investment, termasuk didalamnya semua
produk yang dibeli oleh perusahaan yang
tidak ditujukan untuk dijual kembali, terdiri dari residential dan
nonresidential investment.
1.5.2.2
Determinan Investasi
The accelerator hypothesis of
investment menyatakan bahwa tingkat
investasi netto (net investment) tergantung kepada perubahan ekspektasi output.
Langkah pertama dalam hipotesis ini adalah mengukur penjualan yang diharapkan
(expected sales) (Ye) yang diestimasi berdasarkan revisi penjualan tahun
sebelumnya (Ye-1) oleh suatu proporsi (j), dari perbedaan antara penjualan
tahun sebelumnya (Y-1) dan yang diharapkan, sehingga didapat persamaan:
Ye = Ye-1 + j
(Y-1 – Ye-1)
= j Y-1 + (1-j)
Ye-1 ………………………………….…………(1.6)
Langkah selanjutnya adalah asumsi
dari teori ini bahwa persediaan modal, yaitu bangunan dan perlengkapan, yang
dibutuhkan perusahaan (K*) adalah perkalian antara keinginan perusahaan untuk
meningkatkan persediaan modalnya (ν*) dengan ekpektasi penjualannya:
K* = ν*. Ye
………………………………………….…………..(1.7)
Investasi
netto adalah perubahan pada persediaan modal (∆K) yang terjadi setiap periode :
In = ∆K = K –
K-1 …………………………………...…..…….. (1.8)
Asumsi lain
adalah bahwa perusahaan berkeinginann untuk meningkatkan persediaan modalnya
dalam setiap periode:
In = K – K-1 ……………………………………………………..(1.9)
In = ν* (Ye - Ye-1) =
ν*. ∆ Ye……………………………….……(1.10)
Jadi, jika
terjadi akselerasi usaha dalam perusahaan dan ekspektasi output meningkat,
investasi netto pun akan meningkat, tetapi jika akselerasinya negatif dan ekspektasi
output menurun, investasi pun menurun.
Teori lain mengenai investasi
adalah mengenai planned investment spending[10] , yang menjelaskan hubungan
antara tingkat suku bunga dan investasi.
Kita dapat
menspesifikasi pembelian investasi sebagai :
I = Ī –
bi ; b > 0
………………………………...…………..(1.11)
Dimana : I = investasi
Ī = autonomous
investment spending
b =
responsiveness of investment spending to interest rate
i = interest
rate
Dari gambar
berikut ini dapat dilihat bahwa kurva investasi memiliki kemiringan negatif
untuk merefleksikan asumsi penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan
peningkatan profitabilitas untuk penambahan modal dan akan membawa kepada peningkatan
investasi. Posisi dari kurva investasi diatas, sangat dipengaruhi oleh slope
dari kurva tersebut atau koefisien b dalam persamaan (1.11).
Gambar 1.2 The
Investment schedule
Jika investasi
sangat responsif terhadap tingkat suku bunga, penurunan kecil pada tingkat suku
bunga akan membawa peningkatan yang besar pada investasi. Perubahan pada
koefisien Ī akan menggeser kurva rencana investasi. Jika Ī meningkat berarti
pada setiap tingkatan tingkat suku bunga, perusahaan berusaha untuk
berinvestasi pada tingkat yang lebih tinggi dan akan menggeser kurva investasi
ke kanan.
1.6 Metode
Penelitian
1.6.1 Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian ini
dibatasi dengan menganalisis data
sekunder kuantitatif tahunan pada
rentang waktu antara tahun 1984-2003 dengan pertimbangan ketersediaan data.
Data sekunder digunakan karena penelitian yang dilakukan meliputi objek yang
bersifat makro dan mudah didapat. Data tersebut diolah kembali oleh penulis
sesuai dengan kebutuhan model yang digunakan. Sumber data berasal dari berbagai
sumber seperti misalnya Badan Pusat Statistik, Laporan triwulanan/tahunan BI,
Badan Koordinasi Penanaman Modal, International Financial Statistics (IFS),
Asian Development Bank, World Development Indicators dan lain-lain. Penulis
menguji variabel-variabel bebas utama
yang memiliki pengaruh kuat terhadap tabungan nasional dan investasi swasta
sebagai variabel tidak bebas yang berhubungan dengan model yang digunakan.
Disamping itu
penulis melakukan studi literatur untuk mendapatkan teori yang mendukung penelitian. referensi
studi kepustakaan diperoleh melalui jurnal, Perpustakaan FE UNPAD, Perpustakaan
Pusat UNPAD, dan Perpustakaan Bank Indonesia Bandung dan Jakarta.
1.6.2
Operasionalisasi Variabel
Variabel tak
bebas dalam penelitian ini adalah tabungan nasional dan investasi swasta.
Sedangkan gross national disposable income (GNDI), tingkat suku bunga (r),
tingkat inflasi (lnp), pendapatan riil / Produk Domestik Bruto (Y), dan rasio
investasi pemerintah terhadap GDP (GIY) serta dummy variable merupakan
variabel-variabel bebasnya.
Berikut adalah
penjelasan variabel-variabel bebasnya :
1. Gross National Disposable Income (gndi)
Adalah
pendapatan yang dapat digunakan untuk konsumsi barang dan jasa. Variabel ini
diharapkan akan berhubungan positif dengan tabungan nasional. Pendapatan
disposibel dapat dirumuskan sebagai :
Yd = Y – T
……………………………………………………(1.12)
Dimana : Yd = pendapatan disposibel
Y = pendapatan nasional
T = pajak
2. Tingkat suku bunga riil (r)
Merupakan
tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi terhadap inflasi, dapat dirumuskan
sebagai :
Real interest
rate = nominal interest rate – inflation ………………………….(1.13)
3. Tingkat inflasi (lnp)
Data inflasi
menggunakan indikator Indeks Harga Konsumen tahunan tahun konstan 2000. Inflasi
tahunan dirumuskan dengan :
Tingkat
inflasi = IHKt – IHKt-1 X 100 …………………...…….(1.14 IHK t-1
4. Pendapatan riil (y)
Data
pendapatan riil tahunan menggunakan data pendapatan nominal tahunan dibagi
dengan PDB deflator tahun konstan 2000 dengan perumusan:
PDB Riil = PDB
Nominalt X 100 …………..………………..………(1.15)
PDB Deflatort
5. Rasio investasi pemerintah terhadap PDB
(giy)
Merupakan
prosentase perbandingan pengeluaran pemerintah dalam investasi (public
investment) terhadap Produk Domestik Bruto.
6. Dummy variable
Dummy variable
adalah metode pengklasifikasian data yang membagi sebuah sampel menjadi
beberapa subgrup berdasarkan kualitas atau atribut (jenis kelamin, status
perkawinan, dan lain-lain). Dalam penelitian ini dummy variables digunakan
sebagai variabel krisis ekonomi dengan nilai D = 0 untuk periode sebelum krisis
ekonomi Indonesia dan D = 1 untuk periode setelah krisis ekonomi. Berdasarkan
identifikasi di atas maka mulai periode 1998-2003 dummy variable bernilai 1
dikarenakan adanya krisis ekonomi.
1.6.3 Metode
Analisis
Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
- Kualitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen analisis seperti
tabel dan grafik yang dapat mencerminkan
uraian analisis penelitian secara teratur dan saling mendukung. Data dari buku
teks, jurnal, dan hasil penelitian yang
sudah ada dan berkaitan dengan skripsi ini dijadikan dasar bagi analisis
deskriptif.
- Kuantitatif, dilakukan dengan
menggunakan model ekonometrika untuk
mencerminkan hasil dari pembahasan yang dinyatakan dalam angka.
Model yang digunakan dalam analisis ini adalah
model ekonometrik dengan pendekatan
kointegrasi dan model dinamis faktor-faktor utama yang mempengaruhi tabungan
nasional dan investasi swasta dengan
pendekatan ECM (Error-Correction Model) menggunakan bantuan program Microsoft Excel dan Eviews
3.0. Data yang digunakan adalah data periode tahunan (time series) dengan
estimasi model menggunakan Ordinary Least Square (OLS).
Adapun
persamaan model kointegrasi sebagai berikut:
Yt = α0 + α1
X1 + α2 X2 +............+ αn Xn + Ut
…………….…………(1.16)
dimana:
Yt = Variabel tidak bebas
X1,2,..,n = Variabel bebas
Ut =
Error term
Sedangkan persamaan ECM (Error-Correction Model) adalah
sebagai berikut:
rYt = α0 +
α1rX1+ α 2rX2+ ……. + α nrXn + ECTt-1+Ut
…….….(1.17)
dimana:
rYt =
First difference dari variabel tidak bebas
rX1,2,..,n = First difference dari variabel bebas
ECTt-1 = Error Correction Term
Spesifikasi model dalam penelitian
ini merupakan spesifikasi model yang dibuat oleh Ipumbu W. Shiimi dan Gerson
Kadhikwa[11] yang meneliti mengenai tabungan dan investasi swasta di Namibia
pada periode 1980-1996 dengan menambahkan dummy variable karena krisis ekonomi
tahun 1997. Model tabungan yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah :
Ln S = α + β1 LnGNDIt + β2 LnRt + β3 LnPt + β4
Dummy + μt…….…….. (1.18)
Sedangkan
model untuk investasi swasta adalah:
Ln I = α + γ1
LnYt + γ2 LnPt + γ3 LnRt + γ4 LnGIYt +
γ5 Dummy + νt ….....(1.19)
Teori tentang
kointegrasi ditandai dengan memasukkan error-correction (EC) term . EC term
lagged periode (ECt-1) menggabungkan pergerakan short-run dan long-run pada
fungsi tabungan nasional dan investasi swasta.
Sehingga model
persamaan yang kita butuhkan secara spesifik menjadi general error correction
model (ECM) :
Fungsi
tabungan
ΔLn S =α + β1
ΔLnGNDIt + β2 ΔLnRt + β3 ΔLnPt + β4 ECTt-1
+ β5 D + μt ………………….………………………………………………………….….(1.20)
Keterangan :
α = konstanta
ΔLn S = First Difference dari logaritma
tabungan nasional
ΔLnGNDI = First Difference dari logaritma Gross
National Disposable Income
ΔLnR = First Difference dari tingkat
suku bunga
ΔLnP = First Difference dari tingkat
inflasi
= Error-correction term
lagged one period
D = dummy
variable, D = 0, untuk periode
sebelum krisis ekonomi (1984-1997)
D = 1,
untuk periode setelah krisis ekonomi (1998-2003)
β1, β2, β3,
β4 = koefisien regresi
μ = error term
t menunjukan
waktu
2. Fungsi investasi swasta
ΔLn I = α+ γ1
ΔLnYt + γ2 ΔLnPt + γ3 ΔLnRt + γ4 ΔLnGIYt
+ γ5 ECTt-1 +γ6 D+ νt
………………………………………………………..……………………….(1.21)
Keterangan :
ΔLn I = First Difference dari
logaritma investasi
ΔLnY = First Difference dari
logaritma pendapatan nasional
ΔLnP = First Difference dari tingkat
inflasi
ΔLnR = First Difference dari tingkat
suku bunga
ΔLnGIY = First Difference dari logaritma rasio
investasi pemerintah terhadap PDB
ΔECTt-1 = Error-correction term lagged
one period
D = dummy
variable, D = 0, untuk periode
sebelum krisis ekonomi (1984-1997)
D = 1, untuk periode setelah krisis
ekonomi (1998-2003)
γ1, γ2 ,γ3,
γ4, γ5 = koefisien regresi
ν = error term
t menunjukan
waktu
1.6.4
Pengujian Statistik
1.6.4.1 Uji
Akar Unit (Unit Root Test)
Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui adanya anggapan stasioneritas pada persamaan yang sedang diestimasi.
Untuk diketahui adanya unit roots dilakukan pengujian Dickey-Fuller (DF-test)
sebagai berikut :
Misal variabel
Yt sebagai variabel tidak bebas, maka akan diubah menjadi
Yt = ρ Yt-1 +
Ut
..................................................................................(1.22)
Jika koefisien
Yt-1 (ρ) adalah = 1 dalam arti hipotesis
diterima, maka variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk
mengubah trend yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde
pertama (first difference)
ΔYt = (ρ-1) (Yt - Yt-1
.........................................................................(1.23)
Koefisien ρ
akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model menjadi stasioner.
Kesimpulan
hipotesis DF-test :
· Ho : ρ = 0 (Terdapat unit roots, variabel Y tidak
stasioner)
· H1 : ρ ≠ 0 (Tidak terdapat unit roots, variabel Y
stasioner)
Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan
membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.
1.6.4.2 Uji
Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk
mengetahui bagaimana variabel-variabel independen mempengaruhi variabel dependennya
pada jangka panjang. Yang dimaksud jangka panjang dalam pendekatan kointegrasi
adalah jangka waktu dimana pengaruh
setiap variabel independen terhadap variabel dependennya tidak bersifat
seketika, melainkan membutuhkan selang waktu, dan merupakan suatu kondisi
dimana masing-masing variabel memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian secara
penuh terhadap perubahan-perubahan yang timbul (atau tidak ada kecenderungan
untuk naik atau turun, dan variabel tersebut berada dalam kondisi optimumnya).
Model kointegrasi juga
merupakan model yang biasa digunakan
untuk menganalisis apakah trend dari nilai variabel tak bebas bergerak dengan
arah yang sama dengan trend variabel bebasnya, sehingga tecapai keseimbangan
jangka panjang atau justru sebaliknya. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam uji ini :
1. Estimasi tiap parameter dari persamaan
regresi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), misalnya :
Yt = α0 +
α1Xt1 + α2Xt2 + Ut
..........................................................................(1.24)
Uji stasioner
terhadap nilai residual dari hasil estimasi diatas lalu estimasi kembali
Ut = Ut-1 +
υt ...................................................................................................(1.25)
ΔÛt = α0Ut-1 +
α1Ut-2
......................................................................................(1.26)
Setelah
t-hitung diperoleh, maka hasilnya dibandingkan dengan t-tabel (uji-t). Jika
nilai t hitung lebih besar dari t-tabel maka variabel bersifat stasioner.
2. Regresi persamaan, proses ini dilakukan
untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel pada tingkat kepercayaan
tertentu.
Hipotesis ini
didasarkan oleh hasil regresi pada error term berikut ini :
Ut = ρUt-1 +
υt
.........................................................................(1.27)
Kesimpulan hipotesis uji
kointegrasi :
· Ho : ρ = 0 (Variabel-variabel tidak terkointegrasi)
· H1 : ρ ≠ 0 (Variabel-variabel terkointegrasi)
1.6.4.3
Penaksiran Koefisien Determinasi
Uji ini digunakan untuk mengukur
kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu
angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari
variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang
menunjukan seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebasnya.
Besarnya nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (02
<1
1="1" a="a" antara="antara" baik="baik"
bebas="bebas" bebasnya.="bebasnya." dekat="dekat"
dengan="dengan" dikatakan="dikatakan"
dimana="dimana" hubungan="hubungan"
karena="karena" koefisien="koefisien" maka="maka"
mendekati="mendekati" model="model"
name="_Toc40543579" nilai="nilai"
semakin="semakin" tersebut="tersebut"
tidak="tidak" variabel="variabel">
1.6.4.4 Uji t
– Statistik (Uji Parsial)
Penaksiran ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel-variabel independen
terhadap variabel dependen (dalam hal ini untuk mendukung uji kointegrasi dan ECM) secara parsial.
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah dan satu
arah, dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikani = α , dan derajat
kebebasan (degree of freedom, df) = n-k, dimana n menunjukan jumlah observasi
dan k menunjukan jumlah parameter termasuk konstanta.
Tabel 1.1
Kesimpulan Pengujian t- Statistik
TIPE HIPOTESIS
HO : HIPOTESIS
NOL
H1 :
HIPOTESIS ALTERNATIF
KRITERIA
Satu arah
(kanan)
α ≤ 0
α >
t-Stat > t-
Tabel
Satu arah
(kiri)
α ≥ 0
α <
t-Stat < t-
Tabel
Dua Arah
α = 0
α ≠ 0
-t-Stat <
t- Tabel< t-Stat
1.6.4.5 Uji F-
Statistik
Pengujian ini digunakan untuk
menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel bebas secara keseluruhan
terhadap variabel tidak bebasnya. Disamping menguji berarti tidaknya
variabel-variabel bebas secara bersamaan, uji F juga sekaligus menguji
koefisien determinasinya (R2). Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan
menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak sama dengan nol.
Hipotesa yang
digunakan adalah :
· Ho : b1 =0; b2 =0; bi = 0
· H1 : b1 =0; b2 =0; bi ¹ 0 dengan i = 1,2,..,n.
Hasil
pengujian akan menunjukan :
Apabila nilai
F-hitung > F- tabel, maka Ho ditolak ; artinya setiap variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
Apabila nilai
F-hitung < F- tabel, maka Ho tidak diterima ; artinya setidaknya satu dari
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
Degree of
freedomnya :
§ Df untuk pembilang, N1 = k – 1, k adalah
banyaknya parameter.
§ Df untuk penyebut, N2 = n – k , n adalah
banyaknya observasi.
1.6.4.6
Pengujian Masalah dalam Regresi Linear
§ Masalah Multikolinier
Multikolinier
menunjukan gejala adanya hubungan linier atau hubungan yang pasti diantara explanatory variable
(variabel penjelas) dalam model regresi. Gejala ditunjukan oleh beberapa
faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model
yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar
eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap
variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat
dengan t-tabel dan F-tabel.
§ Masalah Serial Korelasi
Masalah korelasi dalam model
menunjukan adanya hubungan korelasi antara variabel gangguan (error term) dalam
suatu model yang terjadi karena beberapa faktor :
1. Inersia, data observasi dimulai dari situasi
kelesuan ekonomi sehingga data time series selanjutnya dipengaruhi oleh data
sebelumnya walaupun perekonomian sudah membaik.
2. Mengeluarkan atau tidak memasukan
variabel bebas tertentu yang sebenarnya turut mempengaruhi variabel tidak
bebasnya menurut teori ekonomi, walaupun hasil perhitungan kuantitas tidak
mendukungnya.
3. Bentuk model yang tidak tepat.
4. Penentuan data secara sistematis tidak
tersedia untuk periode yang diharapkan. Uji yang dilakukan untuk mendeteksi
gejala ini adalah uji Durbin-Watson dan Run-test.
Uji serial
korelasi:
1. Durbin Watson
Ketentuan yang
berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai masalah korelasi berdasarkan
pada bagan daerah kritis di halaman berikut ini.
Gambar 1.3
Pengujian Durbin Watson Model Regresi
Serial Daerah Daerah tidak ada Daerah S erial
Korelasi tak tentu serial korelasi tak tentu Korelasi
Positif Negatif
Keterangan
: Ho :
tidak ada auto korelasi positif
Ho* :
tidak ada auto korelasi negatif
Tabel 1.2
Batas Kritis Pengujian Durbin – Watson statistik
Daerah
Hasil
0 < D-W
Stat < dL
dL < D-W
Stat < dU
dU < D-W
Stat < 4-dU
4-dU < D-W
Stat < 4-dL
4-dL < D-W
Stat < 4
Terdapat
Autokorelasi positif
Ragu – ragu
Tidak terdapat
Autokorelasi
Ragu – ragu
Terdapat
Autokorelasi negatif
2. Run-Test
Uji ini
dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya masalah serial korelasi dalam model,
dengan melakukan perhitungan terhadap pergerakan (positif atau negarif)
residual yang diperoleh dari selisih antara nilai aktual dari variabel dependen
terhadap nilai estimasinya.
Setelah
diperoleh data residual, maka ditentukan jumlah nilai residual yang positif
(n1), nilai residual negatif (n2), jumlah runs atau perubahan nilai positif dan
negatif residual (k) dan jumlah observasinya (n). Lalu ditentukan pula nilai
rata-rata runs Е (k) dan variansnya (δk) melalui rumus :
...........................................................................................(1.28)
........................................................................(1.29)
........................................................................(1.30)
Penentuan ada atau tidaknya
korelasi dalam model, ditentukan melalui batasan rentang :
Е (k) –
t-tabel ( n,-1; α) S(k) ≤ k ≤ Е (k) + t-tabel ( n,-1; α) S(k)
Pada tingkat
kepercayaan tertentu akan dilihat apakah (k) berada dalam rentang batas
interval tersebut diatas yang menunjukan bahwa model tidak mengandung masalah
serial korelasi, atau sebaliknya yang menunjukan bahwa model mengandung masalah
serial korelasi.
Perlu dicatat bahwa apabila model
mengandung masalah serial korelasi, maka model harus diperbaiki melalui
perbaikan regresi, karena apabila terjadi korelasi diantara anggota series dari
observasi maka asumsi classical linear regresion tidak terpenuhi. Keseluruhan
uji ekonometrik menggunakan Eviews
sofware (Eviews 3.0)
DAFTAR PUSTAKA
Sadono
Sukirno. 1985. Ekonomi Pembangunan, Jakarta
M.L. Jhingan.
1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
M.N. Salam. 1995. Analisis Investasi Jepang di
Indonesia, Buletin Litbang Perdagangan, Departemen Perdagangan,.
N. Gregory
Mankiw, Principles of Economics, New York : Mcgraw-Hill.
Michael J.
Parkin.1996. Macroeconomics, Addison- Wesley Publishing Company.
Alfred
Marshall. 1895. Principles of Economics, New York : Macmillan.
Perubahan pada tabungan individu untuk setiap
perubahan pada pendapatan disposibel individu
Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer, and
Richard Startz, Macroeconomics 7th edition, New York : Mcgraw-Hill.
Robert J.
Gordon. Macroeconomics 6th edition, HarperCollins College Publishers.
Total rencana
pembelian perusahaan untuk modal fisik baru.
Ipumbu W. Shiimi dan Gerson Kadhikwa. 1999.
Saving and Investment in Namibia, BON Occasional Paper No.2.
No comments:
Post a Comment