• tes

    Berbagilah kepada sesama maka engkau akan bahagia

    Monday 5 November 2012

    Sosialisme Karl Marx



    SOSIALISME KARL MARX
    Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas
    Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”
    Dosen Pengampu :
    Abdul Basith Junaidy, M.Ag
    Oleh :
    1.      Astuti Novitasari                           C04211058
    2.      Rista Maulita Alifiani                   C04211040
    3.      Yusuf Bakhtiar                             C04211049

    PRODI EKONOMI SYARIAH ( ES – B )
    FAKULTAS SYARIAH
    IAIN SUNAN AMPEL
    SURABAYA
    2012-2013

    KATA PENGANTAR

    Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan tema, “Sosialisai Karl Marx”. Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kehariban Nabi kita Muhammad S.A.W, keluarga dan segenap sahabat-sahabatnya. Karena beliaulah yang menunjukkan kepada kita, kebenaran secara mutlak yaitu dengan hadirnya agama Islam.
    Terlebih dahulu penyusun menyadari dengan sepenuhnya bahwa pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak, diharapkan dapat memperbaiki pembuatan makalah di lain waktu agar bisa lebih baik lagi.
    Penyusun juga tidak menutup kemungkinan bahwa makalah ini juga dapat terselesaikan berkat bantuan banyak pihak, maka dalam kesempatan  ini kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada bapak Abdul Basith Junaidy, M.Ag. selaku dosen Mata Kuliah “Filsafat” yang sangat membantu dalam proses penyelesaian makalah ini dan atas arahannya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan aturan yang ada. Tak lupa semua pihak yang ikut menyumbangkan dan ikut memberikan bantuan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. 

    20 Maret 2012


    Penulis


    BAB I
    PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
    Teori Karl Marx yang terkenal dengan teori nilai lebih (suplus value theory) mengatakan bahwa laba pengusaha muncul karena adanya perbedaan antara upah yang seharusnya dan upah yang dibayarkan kepada buruh, dimana upah yang dibayarkan lebih rendah dari upah yang seharusnya. Selisih ini disebut dengan nilai lebih hasil kerja buruh, yang kemudian diberikan kepada wirausahawan. Misalnya tenaga kerja yang memiliki nilai produktivitas Rp10.000,00 hanya diberikan upah Rp7.000,00. Sedangkan selisih Rp3.000,00 merupakan nilai lebih yang dijadikan laba wirausahawan. Ketidakadilan ini akhirnya akan membawa masyarakat kapitalis kea rah kondisi ekonomi dan sosial yang tidak bisa dipertahankan.
    Pada tahun 1846 Marx bersama Engels menulis buku tebal The German Ideology yang tidak menemukan penerbit dank arena itu baru dicetak dalam abad ini. Buku ini penting karena melanjutkan apa yang sudah mulai digariskan dalam The Holy Family: peralihan pemikiran inti pandangan matrerialis sejarah adalah bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh perkembangan dalam bidang ekonomi. Maka untuk membuktikan tesisnya, Marx harus memperlihatkan bahwa ekonomi kapitalis niscaya menuju kehancurannya. Maka Marx menenggelamkan diri dalam studi ilmu ekonomi. Ia harus membuktikan secara ilmiah bahwa ekonomi kapitalis memuat kontradiksi-kontradiksi yang niscaya akan meruntuhkannya.

    B.     Rumusan Masalah

    1.         Apa yang dimaksud dengan pertentangan kelas ?
    2.         Bagaimana teori surplus da penindasan buruh dalam teori marxisme ?

    BAB II
    PEMBAHASAN
    A.    Teori Pertentangan Kelas
    Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah pertentangan kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertentangan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan.[1] Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
    a.    Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
    b.   Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.[2]
    Teori historis dari Karl Marx mencoba menerapkannya ke dalam masyarakat dengan meneliti antara kekuatan dan relasi produksi. Dimana nantinya akan terjadi sebuah kontradiksi, yang berakibat perubahan kekuatan produksi dari penggilingan tangan pada sistem feodal menjadi penggilingan uap pada sistem kapitalisme. Menurutnya satu-satunya biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh. Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat.
    Karl Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasinagan (alienasi) manusia dari dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia-manusia dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendapat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi dan lain-lain. Fokus kritiknya terhadap  ekonomi klasik adalah tidak memeperimbangkan kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi.
    Menurut pengamatan Marx, diseluruh dunia ini di sepanjang sejarah, kelas yang lebih bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan meningkatkan status kesejahteraan mereka. Marx juga beranggapan bahwa kaum proletar yang terdiri dari para buruh akan bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum pemilik modal dan akan menghancurkan kelas yang berkuasa. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penindasan tersebut adalah teori nilai lebih (theory surplus value), yang sebetulnya berasal dari kaum klasik sendiri.
    Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dll. Oleh karena itu, Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek.
    Marxisme bukan hanya merupakan teori tentang perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, tetapi juga tentang kemenangan gerakan sosialis. Aspek ini dikedepankan Marx saat menulis bahwa adanya kelas-kelas sosial serta pertentangan antar-kelas bukan penemuan baru.[3]

    B.     Teori “SURPLUS VALUE” dan Penindasan Buruh
    Karl Marx adalah salah satu penentang ekonomi kapitalis memunculkan akibat sosial yang tidak diinginkan dan sebagai pertentangan pada kapitalisme menjadi lebih nyata dari waktu ke waktu. Marx berpikir bahwa ketika pasar modal atau aset-aset penting hanya dikuasai oleh kaum kapital (pemegang modal), maka yang terjadi hanyalah miskin tambah miskin, dan kaya akan tetap kaya. Idealnya Marx memandang bahwa pembagian kelas antara si kaya dan si miskin harus di hapuskan, dan diganti dengan sistem komunal. Sehingga lahirlah teori nilai lebih (surplus value) dimana para buruh bekerja dengan hitungan jam, atau gampangnya paket. Misal buruh bangunan per jam Rp. 15.000, sedangkan waktu yang disediakan per hari adalah 8 jam. Tetapi, pada saat praktek penggarapan bangunan ada alat yang tidak tersedia, sehingga buruh harus menunggu sampai 8 jam lebih. Maka, tetap yang harus di bayar oleh majikan adalah satu hari penuh.[4]
     Upah alami yang diterima oleh para buruh hanya cukup sekedar penyambung hidup secara subsiten, yaitu untuk memenuhi kebutuhan yang sangat pokok-pokok saja. Padahal nilai dari hasil kerja para buruh jauh lebih besar dari jumlah yang diterima mereka sebagai upah alami. Kelebihan nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami inilah yang disebut Marx sebagai nilai lebih (surplus value), dinikmati oleh para pemilik modal. Makin kecil upah alami yang dibayarkan pada kaum buruh, makin besar nilai surplus yang dinikmati pemilik modal,yang bagi Karl Marx berarti semakin besar penghisapan atau eksploitasi dari pemilik modal atas kaum buruh.[5]
    Nilai surplus merupakan nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh dalam bekerja. Seorang buruh yang mampu menghasilkan suatu produksi dalam waktu beberapa jam untuk mencapai targetan pokok, dan sisa waktunya adalah nilai surplus bagi kapitalis untuk mendapatkan produk tanpa imbalan ke faktor produksi yaitu buruh. Hak-hak tersebut diambil alih oleh kapitalis, Marx menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan kerja surplus sebagai tingkat nilai surplus atau tingkat pemerasan.[6]
    Secara umum, Marx percaya bahwa nilai suatu barang atau komoditas umumnya sepadan dengan input-input labor, dan hanya labor langsung yang dapat menghasilkan laba (yang disebutnya nilai surplus). Lebih jelas, menurut Marx nilai suatu komoditas (C) adalah penjumlahan biaya labor langsung (v), biaya labor tidak langsung (c) dan laba atau nilai surplus (s), atau dengan rumus:
    C = c + v + s ...

    Dari persamaan di atas, istilah-istilah Marx tentangmodal tetap atau biaya-biaya labor tak langsung (c) dan modal variable atau biaya-biaya labor langsung (v) berbeda dengan istilah-istilah yang digunakan dalam buku-buku ekonomi modern. Menurut Marx, modal tetap (c) merujuk pada pengeluaran-pengeluaran untuk pabrik, mesin-mesin dan peralatan, inventory, pengeluaran untuk materials. Sedang pada masa modern sekarang, modal tetap merujuk pada biaya-biaya produksi nonlabor (depresiasi, biaya-biaya material, asuransi, dan sebagainya). Begitu juga yang dimaksudkan biaya labor langsung (v) adalah biaya-biaya upah.
    Tingkat surplus dalam teori Marx, Das Kapital dijadikan sebagai ukuran eksploitasi terhadap kaum buruh. Tingkat eksploitasi (s’) tersebut bisa diukur dengan membandingkan nilai surplus (s) dengan upah yang diberikan (v).
    Tingkat Eksploitasi s' = s/v                                                                                              


    Dari uraian diatas, sebagian dari laba yang menggunakan surplus value tersebut ditanamkan kembali sebagai investasi, apakah untuk memperluas usaha yang ada atau membuka lapangan usaha baru. Dari hasil investasi ini kekayaan mereka akan semakin menumpuk, makin lama makin besar.
    Smith menganggap persaingan bebas sebagai prasayarat bagi terbentuknya masyarakat sejahtera, sedangkan Marx menganggap bahwa persaingan bebas sebagai penyebab terjadinya konsentrasi-konsentrasi ekonomi atau monopoli. Kompetisi dinilai Marx mengandung sesuatu daya yang kalau tidak diawasi akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
    Pada mulanya kaum kapitalis ingin sekali menindas para pekerja buruh dengan melakukan tindakan yang semena-mena agar mereka meraih keuntungan sebesar mungkin. Kaum buruh tidak bisa melakukan apa-apa, karena jika mereka berulah, dengan segera mereka bisa dipecat (PHK) padahal hanya dari upah itulah mereka bisa menyambung hidup. Akibatnya, pendapatnya mereka sangat rendah, pengangguranpun semakin banyak. Kalau sudah seperti itu, siapa yang disalahkan ? kalau bukan kaum kapitalis sendiri. Dapat diperkirakan jika saat ini banyak perindustrian yang mempraktekkan hal-hal tersebut, pengangguran akan merajalela bahkan akan terjadi krisis besar-besaran suatu masa yang akan datang dan akan mengakhiri riwayat sistem kapitalis.[7]




    BAB III
    PENUTUP
                            Dari setiap argumen yang dilontarkan Marx jelas sekali bahwa ide tentang konflik selalu ditekankan. Dari setiap konflik akan muncul perubahan, dan untuk alasan ini Marx berpendapat bahwa sistem kapitalisme mesti diganti dengan system lain di mana konflik diganti dengan harmoni atau keselarasan etis, social dan ekonomi.
    Pada konsep tentang surplus pengangguran ini, Karl Marx berpendapat bahwa selalu terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja yang berdampak pada penekanan tingkat upah sehingga menjadi surplus value dan keuntungan tetap bernilai positif. Karl Marx melihat ada 2 faktor penyebab terjadinya surplus tenaga kerja ini. Pertama, yaitu Direct Recruitment yang terjadi akibat penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin-mesin produksi. Kedua, Indirect Recruitment yang terjadi akibat adanya anggota baru tenaga kerja yang memasuki pasar tenaga kerja.
    Keterasingan (alienasi) memiliki beberapa dimensi, yang akan digunakan dalam melihat model perburuhan melalui outsourcing. Pertama, buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk kapitalis. Kedua, buruh teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak memiliki hak untuk memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut hak milik kapitalis. Ketiga, buruh teralienasi dari sesama pekerja. Keempat, buruh tealienasi dari kemanusiaan mereka sendiri, hal ini dikarenakan kerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar manusia.
    Selain dimensi alienasi akan dilihat juga nilai surplus dari mekanisme outsourcing. Nilai surplus muncul sebagai akibat dari eksploitasi dan dominasi dari kapitalisme tidak hanya sekedar distribusi kesejahteraan dan kekuasan yang tidak seimbang. Paksaan tidak dianggap sebagai kekerasan, malah dianggap sebagai kebutuhan pekerja itu sendiri yang hanya bisa dipenuhi melalui upah.


    DAFTAR PUTAKA
    Deliarnov.1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada
    Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern.Jakarta.UI-PRESS.




    [1] Deliarnov.1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.hal 67-68
    [2] http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/02/karl-marx-dengan-segala-pemikirannya/
    [3] http://nasherooy.blogspot.com/2010/05/marxisme-karl-marx.html

    [4]  http://filsafat.kompasiana.com/2011/04/07/pertentangan-kelas/
    [5] Deliarnov, hal 68
    [6] Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern.Jakarta.UI-PRESS.Hal 61

    [7] Deliarnov.hal 68-71

    No comments:

    Fans Page