SOSIALISME KARL MARX
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”
Dosen Pengampu :
Abdul Basith Junaidy, M.Ag
Oleh :
1.
Astuti Novitasari C04211058
2.
Rista Maulita Alifiani C04211040
3.
Yusuf Bakhtiar C04211049
PRODI EKONOMI SYARIAH ( ES – B )
FAKULTAS SYARIAH
IAIN SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012-2013
KATA PENGANTAR
Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan tema, “Sosialisai Karl Marx”. Shalawat serta salam senantiasa kami
haturkan kehariban Nabi kita Muhammad S.A.W, keluarga dan segenap
sahabat-sahabatnya. Karena beliaulah yang menunjukkan kepada kita, kebenaran
secara mutlak yaitu dengan hadirnya agama Islam.
Terlebih dahulu
penyusun menyadari dengan sepenuhnya bahwa pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak,
diharapkan dapat memperbaiki pembuatan makalah di lain waktu agar bisa lebih baik
lagi.
Penyusun juga
tidak menutup kemungkinan bahwa makalah ini juga dapat terselesaikan berkat
bantuan banyak pihak, maka dalam kesempatan
ini kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada bapak Abdul
Basith Junaidy, M.Ag. selaku dosen Mata Kuliah “Filsafat” yang sangat membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini dan atas arahannya kami dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan aturan yang ada. Tak lupa semua pihak
yang ikut menyumbangkan dan ikut memberikan bantuan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
20 Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori Karl Marx
yang terkenal dengan teori nilai lebih (suplus value theory) mengatakan bahwa
laba pengusaha muncul karena adanya perbedaan antara upah yang seharusnya dan
upah yang dibayarkan kepada buruh, dimana upah yang dibayarkan lebih rendah
dari upah yang seharusnya. Selisih ini disebut dengan nilai lebih hasil kerja
buruh, yang kemudian diberikan kepada wirausahawan. Misalnya tenaga kerja yang memiliki
nilai produktivitas Rp10.000,00 hanya diberikan upah Rp7.000,00. Sedangkan
selisih Rp3.000,00 merupakan nilai lebih yang dijadikan laba wirausahawan.
Ketidakadilan ini akhirnya akan membawa masyarakat kapitalis kea rah kondisi
ekonomi dan sosial yang tidak bisa dipertahankan.
Pada tahun 1846
Marx bersama Engels menulis buku tebal The German Ideology yang tidak
menemukan penerbit dank arena itu baru dicetak dalam abad ini. Buku ini penting
karena melanjutkan apa yang sudah mulai digariskan dalam The Holy Family:
peralihan pemikiran inti pandangan matrerialis sejarah adalah bahwa
perkembangan masyarakat ditentukan oleh perkembangan dalam bidang ekonomi. Maka
untuk membuktikan tesisnya, Marx harus memperlihatkan bahwa ekonomi kapitalis
niscaya menuju kehancurannya. Maka Marx menenggelamkan diri dalam studi ilmu
ekonomi. Ia harus membuktikan secara ilmiah bahwa ekonomi kapitalis memuat
kontradiksi-kontradiksi yang niscaya akan meruntuhkannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pertentangan kelas ?
2.
Bagaimana teori surplus da penindasan buruh dalam teori marxisme ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Pertentangan Kelas
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang
pada hakikatnya adalah sejarah pertentangan kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan
yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertentangan ada tuan tanah sebagai
pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di
zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh
yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan.[1] Menurut
Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
a.
Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
b.
Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang
kerja, maupun bahan-bahan produksi.[2]
Teori historis dari Karl Marx
mencoba menerapkannya ke dalam masyarakat dengan meneliti antara kekuatan dan
relasi produksi. Dimana nantinya akan terjadi sebuah kontradiksi, yang
berakibat perubahan kekuatan produksi dari penggilingan tangan pada sistem
feodal menjadi penggilingan uap pada sistem kapitalisme. Menurutnya
satu-satunya biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh. Semua
kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan
ekonomi masyarakat.
Karl
Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasinagan (alienasi) manusia dari
dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai
dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia-manusia
dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja
menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia
menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendapat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima
pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada
manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan
pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara
pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan
kompetisi dan lain-lain. Fokus kritiknya terhadap ekonomi klasik adalah tidak memeperimbangkan
kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi.
Menurut
pengamatan Marx, diseluruh dunia ini di sepanjang sejarah, kelas yang lebih
bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan meningkatkan status kesejahteraan
mereka. Marx juga beranggapan bahwa kaum proletar yang terdiri dari para buruh
akan bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum pemilik modal dan akan
menghancurkan kelas yang berkuasa. Teori yang digunakan untuk menjelaskan
penindasan tersebut adalah teori nilai lebih (theory surplus value),
yang sebetulnya berasal dari kaum klasik sendiri.
Marxisme
adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan
jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dll. Oleh karena itu,
Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan
kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka
pendek.
Marxisme
bukan hanya merupakan teori tentang perlawanan dan perjuangan kelas buruh
melawan sistem kapitalis, tetapi juga tentang kemenangan gerakan sosialis.
Aspek ini dikedepankan Marx saat menulis bahwa adanya kelas-kelas sosial serta
pertentangan antar-kelas bukan penemuan baru.[3]
B.
Teori “SURPLUS VALUE” dan Penindasan Buruh
Karl Marx
adalah salah satu penentang ekonomi kapitalis memunculkan akibat sosial yang
tidak diinginkan dan sebagai pertentangan pada kapitalisme menjadi lebih nyata
dari waktu ke waktu. Marx berpikir bahwa ketika pasar modal atau aset-aset
penting hanya dikuasai oleh kaum kapital (pemegang modal), maka yang terjadi
hanyalah miskin tambah miskin, dan kaya akan tetap kaya. Idealnya Marx
memandang bahwa pembagian kelas antara si kaya dan si miskin harus di hapuskan,
dan diganti dengan sistem komunal. Sehingga lahirlah teori nilai lebih
(surplus value) dimana para buruh bekerja dengan hitungan jam, atau gampangnya
paket. Misal buruh bangunan per jam Rp. 15.000, sedangkan waktu yang disediakan
per hari adalah 8 jam. Tetapi, pada saat praktek penggarapan bangunan ada alat
yang tidak tersedia, sehingga buruh harus menunggu sampai 8 jam lebih. Maka,
tetap yang harus di bayar oleh majikan adalah satu hari penuh.[4]
Upah alami yang diterima oleh para buruh hanya
cukup sekedar penyambung hidup secara subsiten, yaitu untuk memenuhi kebutuhan
yang sangat pokok-pokok saja. Padahal nilai dari hasil kerja para buruh jauh
lebih besar dari jumlah yang diterima mereka sebagai upah alami. Kelebihan
nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami inilah yang disebut Marx
sebagai nilai lebih (surplus value), dinikmati oleh para pemilik modal.
Makin kecil upah alami yang dibayarkan pada kaum buruh, makin besar nilai
surplus yang dinikmati pemilik modal,yang bagi Karl Marx berarti semakin besar
penghisapan atau eksploitasi dari pemilik modal atas kaum buruh.[5]
Nilai surplus
merupakan nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh dalam bekerja. Seorang buruh
yang mampu menghasilkan suatu produksi dalam waktu beberapa jam untuk mencapai
targetan pokok, dan sisa waktunya adalah nilai surplus bagi kapitalis untuk
mendapatkan produk tanpa imbalan ke faktor produksi yaitu buruh. Hak-hak
tersebut diambil alih oleh kapitalis, Marx menyebut rasio antara kerja yang
diperlukan dan kerja surplus sebagai tingkat nilai surplus atau tingkat
pemerasan.[6]
Secara umum,
Marx percaya bahwa nilai suatu barang atau komoditas umumnya sepadan dengan
input-input labor, dan hanya labor langsung yang dapat menghasilkan laba (yang
disebutnya nilai surplus). Lebih jelas, menurut Marx nilai suatu komoditas (C)
adalah penjumlahan biaya labor langsung (v), biaya labor tidak langsung (c) dan
laba atau nilai surplus (s), atau dengan rumus:
Dari persamaan
di atas, istilah-istilah Marx tentangmodal tetap atau biaya-biaya labor tak
langsung (c) dan modal variable atau biaya-biaya labor langsung (v) berbeda
dengan istilah-istilah yang digunakan dalam buku-buku ekonomi modern. Menurut
Marx, modal tetap (c) merujuk pada pengeluaran-pengeluaran untuk pabrik,
mesin-mesin dan peralatan, inventory, pengeluaran untuk materials. Sedang pada
masa modern sekarang, modal tetap merujuk pada biaya-biaya produksi nonlabor
(depresiasi, biaya-biaya material, asuransi, dan sebagainya). Begitu juga yang
dimaksudkan biaya labor langsung (v) adalah biaya-biaya upah.
Tingkat surplus
dalam teori Marx, Das Kapital dijadikan sebagai ukuran eksploitasi terhadap
kaum buruh. Tingkat eksploitasi (s’) tersebut bisa diukur dengan membandingkan
nilai surplus (s) dengan upah yang diberikan (v).
Dari
uraian diatas, sebagian dari laba yang menggunakan surplus value
tersebut ditanamkan kembali sebagai investasi, apakah untuk memperluas usaha
yang ada atau membuka lapangan usaha baru. Dari hasil investasi ini kekayaan
mereka akan semakin menumpuk, makin lama makin besar.
Smith
menganggap persaingan bebas sebagai prasayarat bagi terbentuknya masyarakat
sejahtera, sedangkan Marx menganggap bahwa persaingan bebas sebagai penyebab
terjadinya konsentrasi-konsentrasi ekonomi atau monopoli. Kompetisi dinilai
Marx mengandung sesuatu daya yang kalau tidak diawasi akan menghancurkan
sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Pada mulanya
kaum kapitalis ingin sekali menindas para pekerja buruh dengan melakukan
tindakan yang semena-mena agar mereka meraih keuntungan sebesar mungkin. Kaum
buruh tidak bisa melakukan apa-apa, karena jika mereka berulah, dengan segera
mereka bisa dipecat (PHK) padahal hanya dari upah itulah mereka bisa menyambung
hidup. Akibatnya, pendapatnya mereka sangat rendah, pengangguranpun semakin
banyak. Kalau sudah seperti itu, siapa yang disalahkan ? kalau bukan kaum
kapitalis sendiri. Dapat diperkirakan jika saat ini banyak perindustrian yang
mempraktekkan hal-hal tersebut, pengangguran akan merajalela bahkan akan
terjadi krisis besar-besaran suatu masa yang akan datang dan akan mengakhiri
riwayat sistem kapitalis.[7]
BAB III
PENUTUP
Dari setiap argumen yang
dilontarkan Marx jelas sekali bahwa ide tentang konflik selalu ditekankan. Dari
setiap konflik akan muncul perubahan, dan untuk alasan ini Marx berpendapat
bahwa sistem kapitalisme mesti diganti dengan system lain di mana konflik diganti
dengan harmoni atau keselarasan etis, social dan ekonomi.
Pada konsep
tentang surplus pengangguran ini, Karl Marx berpendapat bahwa selalu terjadi
kelebihan penawaran tenaga kerja yang berdampak pada penekanan tingkat upah
sehingga menjadi surplus value dan keuntungan tetap bernilai positif. Karl Marx
melihat ada 2 faktor penyebab terjadinya surplus tenaga kerja ini. Pertama,
yaitu Direct Recruitment yang terjadi akibat penggantian tenaga kerja
manusia oleh mesin-mesin produksi. Kedua, Indirect Recruitment yang
terjadi akibat adanya anggota baru tenaga kerja yang memasuki pasar tenaga
kerja.
Keterasingan
(alienasi) memiliki beberapa dimensi, yang akan digunakan dalam melihat model
perburuhan melalui outsourcing. Pertama, buruh teralienasi dari
aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi
kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk kapitalis. Kedua, buruh
teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak memiliki hak untuk
memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut hak milik
kapitalis. Ketiga, buruh teralienasi dari sesama pekerja. Keempat, buruh
tealienasi dari kemanusiaan mereka sendiri, hal ini dikarenakan kerja tidak
lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar manusia.
Selain dimensi
alienasi akan dilihat juga nilai surplus dari mekanisme outsourcing.
Nilai surplus muncul sebagai akibat dari eksploitasi dan dominasi dari
kapitalisme tidak hanya sekedar distribusi kesejahteraan dan kekuasan yang
tidak seimbang. Paksaan tidak dianggap sebagai kekerasan, malah dianggap
sebagai kebutuhan pekerja itu sendiri yang hanya bisa dipenuhi melalui upah.
DAFTAR PUTAKA
Deliarnov.1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta.PT
Raja Grafindo Persada
Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme
Dan Teori Sosial Modern.Jakarta.UI-PRESS.
[1] Deliarnov.1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta.PT
Raja Grafindo Persada.hal 67-68
[2] http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/02/karl-marx-dengan-segala-pemikirannya/
[3] http://nasherooy.blogspot.com/2010/05/marxisme-karl-marx.html
[4] http://filsafat.kompasiana.com/2011/04/07/pertentangan-kelas/
[5] Deliarnov, hal 68
[7] Deliarnov.hal 68-71
No comments:
Post a Comment