• tes

    Berbagilah kepada sesama maka engkau akan bahagia

    Monday 5 November 2012

    MUNASABAH



    MUNASABAH
    A. Pengertian
    ·         Menurut bahasa dan istilah
    Menurut bahasa Munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi,yaitu hubungan atau persesuaian antara ayat atau surat satu dengan ayat atau surat yang sebelumnya atau sesudahnya.
    Sedangkan menurut istilah munasabah atau ilmu Tanasub al-Ayat wa suwar ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penerbitan dari bagian-bagian Al-Qur’an yang mulia.[1]

    ·         Menurut pendapat para ulama’
    Menurut Imam al-Zarkasyi[2] kata munâsabah menurut bahasa adalah mendekati (muqârabah), seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu fulan (fulan  mendekati/ menyerupai fulan).
    Kata nasib adalah kerabat dekat, seperti dua saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munâsabah dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah).
    Imam Zarkasyi sendiri memaknai munâsabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait
    dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa keguanaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis”                Manna’ al-Qattan[3] dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munâsabah menurut bahasa disamping berarti muqarabah juga musyakalah (keserupaan). Sedang menurut istilah ulum al-Qur’an berarti pengetahuan tentang berbagai hubungan di dalam al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan satu surat dengan surat yang lain;kedua, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat; ketiga, hubungan antara fawatih al-suwar dengan isi surat; keempat, hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat;kelima, hubungan satu ayat dengan ayat yang lain; keenam, hubungan kalimat satu dengan kalimat yang lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan isi ayat; dan kedelapan, hubungan antara penutup surat dengan awal surat.
    Munâsabah antar ayat dan antar surat dalam al-Qur’an didasarkan pada teori bahwa teks merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait.[4]Sehingga ‘ilm munâsabah dioperasionalisasikan untuk menemukan hubungan-hubungan tersebut yang mengaitkan antara satu ayat dengan ayat yang lain di satu pihak, dan antara satu ayat dengan ayat yang laijn di pihak yang lain. Oleh karena itu, pengungkapan hubungan –hubungan itu harus mempunyai landasan pijak teoritik dan insight (wawasan) yang dalam dan luas mengenai teks.
    B.Munculnya Ilmu Munasabah
    Lahirnya pengetahuan tentang teori korelasi (munasabah) ini berawal dari iman kenyataan bahwa sistematika al Qur’an sebagaimana terdapat dalam Mushaf ‘Utsmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya Al-Qur’an. Itulah sebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan Ulama’ salaf tentang urutan surat di dalam al-Qur’an.
    Salah satu penyabab perbedaan pendapat ini adalah adanya mushaf-mushaf ‘ ulama’ salaf yang urutan suratnya berfariasi. Atas dasar perbedaan sistematika itulah wajar jika masalah teori korelasi (munasabah) al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama’ yang menekuni ‘Ulum al-Qur’an .
    Menurut As-Sharahbani , seperti dikutip Az-Zarkasyi dalam al-Burhan,Ulama’ yang pertama kali menaruh perhatian pada masalah ini dalam kitab tafsirnya adalah Shaikh Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324H).Namun kitab tafsir An-Naisaburi yang dimaksud sukar dijumpai sekarang.Sebagaimana dinyatakan adh-Dhahabi.Besarnya perhatian An-Naisaburi terhadap munasabah Nampak dari ungkapan As-Suyuti sebagai berikut ;
    “Setiap kali ia (An-Naisaburi ) duduk diatas kursi ,apabila dibacakan al-Qur’an kepadanya beliau berkata ,”Mengapa ayat ini diletakkan disamping ayat ini ,dan apa rahasia diletakkan surat ini? Beliau mengkritik para ulama’ Baghdad lantaran mereka tidak mengetahui”
    Tindakan An-Naisaburi merupakan kejutan dan langkah baru dalam dunia tafsir waktu itu.Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap persesuaian, baik antar ayat ataupun antar surat,terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro atau kontra terhadap apa yang dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas,beliau dipandang sebagai bapak ilmu munasabah.Dalam perkembangannya musabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ilmu-ilmu al-Qur’an .Ulama’-ulama’ yang dating kemudian menyusun pembahasan munasabah secara khusus.[5]
    C.Macam-Macam Munasabah
    Dalam pembagian munasabah ini, para ulama juga berbeda pendapat mengenai pengelompokkan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama tersebut memandang suatu ayat, dari segi berbeda. Menurut Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik dalam ‘Ulum Al-Qur’an (Jakarta : Diadit Media, 2007), munasabah dapat dilihat dari dua segi, antara lain :

    1. Dilihat dari segi sifatnya, terbagi menjadi dua, yaitu :
    1.   ظـاهـرالإرتــبــــاط (persesuaian yang nyata), atau persesuaian yang tampak jelas, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna bila dipisahkan dengan kalimat lainnya, seolah-olah ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama[6]
    2.   الإرتــبــــاط خــفـي (Persesuaian yang tidak jelas) atau samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat lain, sehingga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu di’Athafkan kepada yang lain, maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain[7]

    2. Dilihat dari segi materinya[8] yaitu :
        1.     Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, berbentuk persambungan-persambungan ayat, meliputi, pertama diathafkan ayat yang satu kepada ayat yang lain, kedua tidak di’athafkan, ketiga Digabungkannya dua hal yang sama, keempat dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi, kelima Dipindahkannya satu pembicaraan kepembicaraan yang lain.
       2.     Munasabah antar surat, yaitu munasabah atau persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lain. Meliputi :
    pertama kesamaan materi pada dua surat yang berbeda namun salah satu darinya bersifat umum dan satunya khusus dan terperinci, kedua persesuaian permulaan surat dengan penutup surat sebelumya, ketiga  persesuaian pembukaan surat dan akhir ayat suatu surat.


    Sedangkan dalam ‘Ulum Al-Qur’an karya Dr. Rosihan anwar dikutip dari pendapat As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqon fi ‘Ulum Al-Qur’an, Sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang tercantum dalam grafik atau skema di bawah ini :
    Macam- macam Munasabah

    o Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
    o Munasabah antara nama surat dengan kandungannya
    o Munasabah antara bagian satu surat
    o Munasabah antara ayat yang berdampingan
    o Munasabah antara suatu kelompok ayat di sampingnya
    o Munasabah antara fashilah (pemisah) dengan isi ayat
    o Munasabah antara penutup satu surat dengan awal surat berikutnya

    Dalam pembahasan ini juga Manna’ Khalil Qattan bependapat bahwa apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteknya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa arab, maka korelasi tersebut dapat diterima. Menurutnya munasabah terbagi kedalam tiga kategori, yaitu :
    1.Munasabah terletak pada perhatiannya terhadap keadaan lawan bicara, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ghasyiyah ayat17 – 20, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bmi bagaimana ia dihamparkan”.(QS. Al-Ghasyiyah :17 – 20)
    Penggabungan Unta, Langit, Gunung-gunung dan bumi berkaitan erat dengan adat dan kebiasaan hidup yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, dimana kehidupan mereka bergantung pada unta sehingga mereka amat memperhatikannya. Namun keadaan demikian pun tidak mungkin berlangsung kecuali bila ada air yang dapat menumbuhkan rumput di tempat gembalaan dan diminum unta. Keadaan ini terjadi bila hujan turun, dan inilah yang menjadi sebab mengapa wajah mereka selalu menengadah ke langit. Kemudian mereka juga membutuhkan tempat berlindung, dan tidak ada tempat berlindung yang lebih baik dari pada gunung-gunung. Mereka memerlukan rerumputan dan air, sehingga meninggalkan suatu daerah dan turun ke daerah lain, dan berpindah dari tempat gembala yang tandus menuju tempat gembala yang subur. Maka apabila penghuni padang pasir mendengar ayat-ayat diatas, hati mereka merasa menyatu dengan apa yang mereka saksikan sendiri yang senantiasa tidak lepas dari benak mereka.
    2.Munasabah antara saatu surat dengan surat yang lain, misalnya pembukaan surat Al-Hadid yang diawali dengan ­Tasbih :

    yx¬7y ¬! $tB Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âƒÍyèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ    
    Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (Al-Hadid [57] : 1)

    Pembukaan surat ini sesuai dengan akhir surat sebelumnya – Al-Waqi’ah yang memerintahkan bertasbih :
    ôxÎm7|¡sù ËLôœ$$Î/ y7În/u ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ  

     Maka bertasbihlah dengan menyebut Nama Tuhammu yang Mahabesar”.
    (Al-Waqi’ah [56]: 96)
    Demikian juga hubungan antara surat Quraisy dengan surat Al-Fiil. Ini karena kebinasaan tentara gajah, mengakibatkan orang Quraisy dapat mengadakan perjalanan padaa musim dingin dan musim panas, sehingga Al-Akhfasy menyatakan bahwa hubungan antara kedua surat tersebut termasuk hubungan sebab akibat, seperti dalam firman Allah SWT :
    “Maka dipungutlah ia (Musa) oleh keluarga fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”.(QS. Al-Qashash [28] : 8)
     3.Munasabah  antara awal surat dengan akhir surat. Misalnya, apa yang terdapat dalam surat Al-Qashash [28]. Surat ini dimulai dengan menceritakan nabi Musa, menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperolehnya, kemudian menceritakan perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki yang sedang berkelahi. Kemudian Musa berdo’a ” Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”[9] Kemudian surat ini diakhiri dengan menghibur Nabi Muhammad SAW, bahwa ia akan keluar dari Mekah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Mekah, serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang kafir[10]

    D.Urgensi Munasabah dalam penafsiran Al qur’an
    Ahli Tafsir biasanya memulai penafsirannya dengan mengemukakan lebih dulu asbab an-nuzul ayat.sebagian dari mereka bertanya tanya yang manakah yang lebih baik ,memulai penafsiran dengan mendahulukan penguraian tentang asbab an-nuzul atau mendahulukan penjelasan tentang munasabah ayat-ayat.Pertanyaan itu mengandung pernyataan yang tegas mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an dan hubungannya dalam rangkaian yang serasi.
    Pengatahuan mengenai korelasi atau munasabah antara ayat-ayat bukanlah taufiqi (sesuatu yang ditetapkan Rosul) melainkan hasil ijtihad mufassir,buah penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur,an,rahasia retorika dan keterangannya mandiri.Apabila korelasi itu halus maknanya ,keharmonisan konteksnya,sesuai asas asas kebahasaan dalam bahasa Arab,korelasi itu dapat di terima.Ini bukan berarti para mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap peristiwa peristiwa yang terjadi. Seseorang mufassir terkadang dapat membuktikan munasabah antara ayat-ayat dan terkadang tidak . Oleh sebab itu ia tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu.Jika demikian maka kesesuaian itu hanyalah sesuatu yang di buat-buat dan hal ini tidak di sukai.
                    Menyadari kenyataan wahyu dalam Al Qur’an yang tidak bias dipisah satu dengan yang lainnya ,baik antara ayat dengan ayat maupun antara surah dengan surah,maka keberadaan ilmu munasabah menjadi penting dalam memahami al-Qur’an secara utuh.
    Secara global,ada dua arti penting munasabah sebagai salah satu metode untuk memahami al-Qur’an.Pertama dari sisi balagoh, korelasi antara ayat dengan ayat menjadi keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Qur’an dan bila dipenggal maka keserasian,kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.Kedua ilmu ini memudahkan orang memahami makna ayat atau surah,sebab penafsiran al-Qur’an dengan ragamnya (bi al-ma’thur dan bi ar-ra’yi) jelas membutuhkan pemahaman korelasi(munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lainnya.Akan fatal akibatnya bila penafsiran ayat dipenggal-penggal sehingga menghilangkan keutuhan makna[11]
    Ilmu munasabah di pahami sebagai pembahasan tentang rangkaian ayat-ayat beserta korelasinya,dengan cara turunnya yang berangsur angsur dan bertema-tema serta penekanannya yang berbeda.Ketika menjadi sebuah kitab ,ayat-ayat yang terpisah secara waktu dan bahasan itu dirangkai dalam sebuah susunan yang baku.Dari sini wajar bila muncul pertanyaan ,jika sesuatu ayat dimasukkan ke dalam suatu surat tertentu ,berdasarkan perintah Rasulullah bagaimana kita mesti menemukan kaitan antara ayat satu dengan yang lainnya yang dari segi waktu dan keadaan yang melatarbelakangi turunnya saling berbeda?.
    Pembahasan tentang munasabah di kalangan ulama’tidak terlalu intens ,disbanding topic topic lainnya pada pembahasan ilmu al-Qur’an,seperti ilmu Nasikh-Mansukh,Asbab an-Nuzul dan sebagainya.Namun munasabah bukan berarti tidak penting sebagai salah satu metode dalam memahami al-Qur’an.Dalam hal munasabah belum ditemukan pendapat yang controversial sehingga menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam[12]

    E.Kegunaan Mempelajari Ilmu Munasabah
     1.Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.                        2.Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.(Abdul Djalal, H.A, 1998: 165).                           3.Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan  mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.                                         4.Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat                                                                                                                                                                                        balaghah Al-Qur’an )-peny-. serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.
    5. Ilmu munasabah juga berguna untuk mengganti ilmu Azbabun- Nuzul,apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat,tetapi kita bias mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan ayat lainnya.[13]






    BAB III
    KESIMPULAN
       

     Dari pembahasan yang telah di uraikan diatas dapat kita simpulkan bahwa ,Munasabah adalah hubungan /penyesuaian antar ayat/surat satu dengan ayat/surat yang sebelumnya atau sesudahnya.Ilmu munasabah ini dapat di uraikan menjadi dua macam yaitu (Zahir al-irtibat )atau penyesuaian yang nyata/tampak jelas dan (Khafiyyu al-irtibath) atau persambungan yang tidak jelas/samarnya antara bagian al-Qur’an dengan yang lain
        Secara singkat manfaat munasabah dalam memahami ayat al-Qur’an ada dua yakni :memahami keutuhan ,keindahan,dan kehalusan bahasa ,serta membantu kita dalam memahami keutuhan makna al-Qur’an itu sendiri. Untuk menemukan korelasi antar ayat ,sangat diperlukan kejernihan rohani dan rasio agar kita terhindar dari kesalahan penafsiran.


    [1] Tim Studi MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya “Studi Al-Qur’an “(Surabaya IAIN Sunan Ampel )hal 217
    [2]Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut : Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972, h. 35-36
    [3]Manna ‘Khalil al qa-tan,”studi ilmu ilmu qur’an (Jakarta:PT Pustaka Litera Antar nusa )
    [4]Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta : LkiS, 2001, h. 215
    [5]Tim Studi MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya “Studi Al-Qur’an “(Surabaya IAIN Sunan Ampel )hal 219

    [6]Cermati surat Al-Isra’ ayat 1 dan 2, munasabah dalam kedua ayat tersebut tampak jelas, yaitu kedua-duanya Nabi Muhammad dan Nabi musa diangkat oleh Allah SWT sebagai nabi dan Rasul, dan keduanya diIsra’kan. Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, sedang Nabi Musa dari Mesir, ketika ia keluar dari negeri tersebut dalam keadaan ketakutan menuju Madyan.
    [7]  Lihat surat Al-Baqarah ayat 189 dan 190. munasabahnya ialah ketika waktu haji umat islam dilarang perang, tetapi jika umat islam diserang lebih dulu, maka serangan musuh itu harus dibalas, walupun pada musim haji.
    [8]  Drs. H. A. Chaerudji Abd. Chalik, Op Cit, hal 114.
    [9] Baca Surat Al-Qashash [28] ayat 17.
    [10]  Baca juga surat Al-Qashash [28] ayat 85-86.
    [11] Ibid.57
    [12] Tim Studi MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya “Studi Al-Qur’an “(Surabaya IAIN Sunan Ampel )hal 232
    [13]Ibid 228

    No comments:

    Fans Page