BAB II
PEMBAHASAN
I.
SEBELUM
KEMERDEKAAN
Sebelum
merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa
periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di
Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian
berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih
tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya
perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan
perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan
untuk Indonesia saat itu).
Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda
yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di
Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda
kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang
didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang
Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC
(Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
·
Hak mencetak
uang
·
Hak mengangkat
dan memberhentikan pegawai
·
Hak menyatakan
perang dan damai
·
Hak untuk
membuat angkatan bersenjata sendiri
·
Hak untuk
membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak
itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia
Belanda.Namun
walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai
VOC.
Kenyataannya,
sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai
permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan
jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas
komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup
penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte
leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak
hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga
menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya
pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran
Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi
peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang
memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun,
berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam
mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan
hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan
sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap
digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran
sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh
1.
Peperangan yang
terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
2.
Penggunaan
tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
3.
Korupsi yang
dilakukan pegawai VOC sendiri.
4.
Pembagian
dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka,
VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).
Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Pendudukan
Inggris (1811-1816)
Inggris
berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan
oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah
berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil
juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan
memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari
negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang
berkembang di Eropa, antara lain :
a.
Pendapat Adam
Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda
konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif
menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam
hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya,
agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus
(melebihi permintaan).
b.
Pendapat Adam
Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang
dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
c.
The quantity
theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh
jumlah uang yang beredar.
Akan
tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan,
dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur
jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
a.
Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.
b.
Pegawai
pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c.
Kebijakan ini
kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui
suksesi jabatan secara turun-temurun.
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel
(sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den
Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya
di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk
selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet,
kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat
menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi
(monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat
perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram--yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan--dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram--yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan--dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi
masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah
mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi
positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas
ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi
uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah
Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor
yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup
masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah
penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya
desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga
pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk
mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru,
yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk
jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak
boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik,
antara lain terlihat pada :
1.
Keberadaan
pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola
perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai
buruh penggarap tanah.
2.
Prinsip
keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
3.
Laissez faire
laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan
Jepang (1942-1945)
Pemerintah
militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi
mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya,
terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
II. ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
II. ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan
ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan
oleh :
·
Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali.
·
Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negri RI.
·
Kas
negara kosong.
·
Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a.
Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b.
Upaya menembus
blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
c.
KonferensiØ Ekonomi
Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi
dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947Ø
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947Ø
d.
Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.
Kasimo Plan
yang intinya mengenai usaha swasembadaØ pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan,
diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal
(1950-1957)
Masa
ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)Sistem
ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e)Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi
(Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil
pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia,
antara lain :
a)Devaluasi
yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c)Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp
1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
III. ORDE BARU
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
III. ORDE BARU
Pada
awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah
melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata
pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem
etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran
dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari
salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian
secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu,
pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan
perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan
ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur
pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda,
penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan
pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan
yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya,
pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka
kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi
pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang
meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk
menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan
menikah.
Namun
dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan
sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan
pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta
penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global,
Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara
drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan
di segala bidang, terutama ekonomi.
IV.ORDE REFORMASI
IV.ORDE REFORMASI
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah
yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
a.
Meminta penundaan
pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b.
Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan
kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan
yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah
satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh
sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan
Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam
negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan
miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan
Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector
riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga
kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu,
birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi
belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi,
di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di
lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.
No comments:
Post a Comment